Book By Johnson Alvonco

Leadership Character Model

LEADERSHIP CHARACTER
Karakter

Melihat berbagai kasus saat buku ini ditulis yang terjadi pada pemimpin atau pejabat publik di Indonesia seperti kasus “KKN” (korupsi, kolusi, nepotisme), memanfaatkan kekuasaan secara negatif atau “aji mumpung”, ketidakpekaan akan kondisi kesulitan negara, perilaku boros, ketidakdisiplinan, tidak percaya diri dan tidak tegas, menguatnya konflik antar kelompok karena fokus kepada kelompoknya saja tanpa mementingkan kelompok yang lebih besar seperti kepentingan Negara. Kasus-kasus tersebut terjadi dapat diduga oleh karena lemahnya karakter kepemimpinan yang ada pada para pemimpin atau pejabat publik tersebut. Organisasi akan lemah atau hancur jika pemimpinya tidak memiliki karakter yang positif dan kuat dalam menjalankan organisasinya. Jadi masalah karakter dalam kepemimpinan itu adalah penting dan sangat menentukan masa depan organisasi apapun. Pemimpin sukses sangat ditentukan oleh karakternya diperkuat dari hasil penelitian oleh Edgar F Puyear , Jr terhadap para veteran perang dunia kedua USA yang tertuang dalam bukunya American Generalship: “Character is everything in leadership” (2000).

Karakter jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat berarti watak, tabiat, perangai atau akhlak. Sehingga dapat diterjemahkan secara luas.

Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, suka membantu, keperdulian terhadap lingkungan sekitarnya, dan sikap baik yang lain; dewasa ini diduga sikap-sikap tersebut mulai luntur tergerus arus global, berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti mementingkan diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari kesalahan pihak lain, tidak bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong oleh keinginan untuk bersaing yang cenderung tidak sehat dalam era globalisasi.

Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan
Moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati, namun selalu mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi.
Karakter membentuk ciri khas individu atau suatu entitas suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas lain.
Kualitas yang menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud, yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan
Tipe karakter:
Teguh / konsisten / baja
Bunglon / berubah-ubah
.
Tipe karakter:
Teguh / konsisten / baja
Bunglon / berubah-ubah
Karakter dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar diri:
− Keturunan
− Pengalaman awal masa kanak-kanak
− Pemodelan oleh orang dewasa penting dan pemuda yang lebih tua
− Pengaruh teman sebaya
− Lingkungan fisik dan sosial secara umum
− Media komunikasi
− Ajaran sekolah dan lembaga lainnya
− Situasi tertentu dan peran yang mendapatkan perilaku yang sesuai.
BELAJAR CARA MEMBANGUN KARAKTER PROFESIONAL JEPANG
“Apa yang menjadi rahasia sukses kecepatan bangsa Jepang dalam hal organisasi dan perusahaan – perusahaannya bangkit dan memenangkan persaingan pasca kehancuran dan kekalahan perang tahun 1942 – 1945?”

Jawaban untuk pertanyaan diatas akan sangat variatif faktor penyebab sukses kebangkitan Jepang, misalnya; latar belakang spirit dan budaya kesatria bangsa Jepang yang melekat kuat dan merata disemua masyarakatnya, komitmen semua pihak untuk bangkit dan maju seperti dari kalangan pendidik, budayawan, politisi, pemerintahan, pengusaha dan pekerja. Dengan modal manusia, yang memiliki spirit, budaya, dan komitmen, maka keterbatasan sumber daya yang ada tidak menjadi halangan. Mereka membangun sistim komunikasi dan kerjasama yang kuat dan unik, berpikir, bertindak secara nyata dan bekerja terstandarisasi. Sehingga tidak heran sepuluh tahun kemudian pasca kehancuran negaranya, Perusahaan-perusahaan Jepang sanggup bangkit dan mengekspor produk-produknya ke berbagai negara dunia. Dua puluh tahunan kemudian pasca kehancuran, Jepang mampu membangun dan mendirikan perusahaan-perusahaan di luar negara Jepang.

Produktivitas pekerja Jepang tinggi.

Dari beberapa sumber informasi disebutkan bahwa produktivitas pekerja Jepang lebih tinggi dari perusahaan di Eropa dan Amerika. Pada saat para pekerja di negara-negara industri Eropa Barat dan AS mengalami penurunan produktivitas, para pekerja Jepang menunjukkan prestasi yang cukup mengagumkan. Dari sebuah survey di Jepang, setiap sembilan hari, seorang pekerja di Jepang menghasilkan sebuah mobil senilai seratus seribu Poundsterling. Padahal, pekerja di perusahaan Leyland Motors, Inggris, memerlukan waktu empat puluh tujuh hari untuk menghasilkan sebuah mobil bernilai sama. Kecekatan, keahlian, dan kecepatan pekerja Jepang jelas melebihi pekerja di negara mana pun.

Perbadingan produktivitas pekerja Jepang dan Indonesia. Produktivitas pekerja Jepang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja Indonesia. Seorang pekerja Jepang rata-rata dapat melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan lima sampai enam orang di Indonesia. Di Indonesia misalnya, untuk memperbaiki jalan raya yang rusak, mungkin diperlukan lima belas orang. Mulai dari pihak yang menerima pengaduan, pengawasan, petugas pengangkat peralatan, pemandu, hingga yang bertanggung jawab mengolah ter (aspal), dan yang menutupi jalan yang rusak. Di Jepang, pekerjaan itu dapat di kerjakan oleh tiga orang saja. Oleh karena itu, pekerja Jepang digaji tinggi karena mereka dapat menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan lebih dari satu orang.

Pekerja Indonesia harus belajar dari pekerja Jepang. Bangsa Indonesia seharusnya mempunyai kesempatan belajar tentang kiat sukses dari perusahaan – perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Saat ini terdapat kurang lebih 1000 (seribu) perusahaan Jepang beroperasi di Indonesia (sumber: JETRO). Perusahaan-perusahaan tersebut memperkerjakan lebih dari 32 ribu pekerja Indonesia yang menjadikan Jepang sebagai negara penyedia lapangan kerja nomor satu di Indonesia (sumber: BKPM).
Spirit Jepang
Bangsa Jepang sangat bangga dengan budayanya. Konon, semangat patriotisme ini bersumber dari spirit Bushido atau disebut sebagai ajaran para Samurai Jepang di jaman keshogunan. Banyak orang sangat mengagumi semangat bushido yang melekat pada para Samurai. Sebagai informasi bahwa kedudukan para Samurai termasuk kelas ksatria pada era Edo (1600 – 1868) hingga Kaisar Meiji.

Spirit Bushido adalah kode etik kaum Samurai yang mencerminkan sikap semangat juang yang tinggi, rela berkorban, rela mati atau mempertaruhkan nyawa demi negara, bangsa dan kaisar. Jika seorang samurai gagal menjalankan fungsi dan tugasnya, ia akan melakukan harakiri (bunuh diri). Menurut budaya bushido, tindakan harakiri atau kamikaze bukan tindakan pengecut melainkan salah satu sikap ksatria dalam menjaga kehormatan. Sampai saat ini kita masih sering mendengar pejabat tinggi Jepang yang mengundurkan diri atau bahkan melakukan tindakan bunuh diri ketika tugas yang dibebankan kepadanya dirasa gagal. Bahkan konon, seorang residivis terpidana mati pun di Jepang ingin mati secara terhormat melalui tindakan harakiri didepan umum dari pada harus dihukum mati. Saat ini Jepang sudah melarang keras permintaan harakiri di depan publik. Kode etik dan sikap kesatria dalam spirit bushido sangat mewarnai dan mempengaruhi sistim komunikasi HORENSO, dimana semua proses komunikasi harus berdasarkan kebenaran dan berani bertanggungjawab.

Restorasi Meiji dan modernisasi Jepang. Kaisar Matsuhito (1852-1912) atau Kaisar Meiji mereformasi Jepang secara mendasar. Dalam proses modernisasi Jepang terkenal dengan restorasi Meiji, para Samurai dengan semangat bushido-nya menjadi agen utama perubahan ketika Jepang menjadi negara yang kuat dan besar hingga awal abad ke-20. Sebelum Restorasi Meiji, bangsa Jepang hancur karena konflik sosial dan bentrokan antar kelompok. Akibatnya kehidupan ekonomi bangsa Jepang tidak tertata dengan baik. Jepang melakukan pembaharuan (reformasi) dan keterbukaan dengan mengadobsi beberapa model institusi barat.

Kecepatan dan keterbukaan Jepang membawa kesuksesan. Kecepatan Jepang melakukan perubahan didorong oleh keterbukaan sikap bangsa Jepang dalam melakukan adaptasi terhadap hal-hal yang baru. Keterbukaan itu memberikan manfaat positif kepada pembaharuan bangsa Jepang. Hal ini bisa dibuktikan dengan suatu fakta data dimana, memasuki awal abad ke 20 rakyat Jepang 90% melek huruf. Akibatnya dalam waktu 30 tahun proses pembaharuan sejak resorasi Meiji berhasil membawa Jepang dari negara terisolasi, terbelakang, dan tradisional menjadi negara maju, industrialis yang kompetitif dengan negara-negara barat.

Tujuh spirit Bushido dasar reformasi. Reformasi dan restorasi bangsa Jepang terjadi lebih cepat karena dukungan budaya atau semangat dasar yang kuat. Budaya atau etos kerja para ksatria Jepang atau dapat disebut Spirit of Bushido (Jalan Hidup Seorang Ksatria) ciri khas moral Samurai. Ada tujuh elemen Bushido yang menjadi dasar pengembangan nilai-nilai dan budaya para profesional Jepang (etos kerja) sampai saat ini yang akhirnya menjadi jalan hidup bagi orang-orang Jepang. Dibawah ini dijelaskan tentang ketujuh elemen spirit Bushido.

7 Elemen Spirit Bushido (武士道):
1. GI (義) = Rectitude = Ketulusan
2. YUKI (勇氣) = Courage = Keberanian
3. JIN (仁) = Benevolence = Kebajikan
4. REI (禮) = Respect = Kesantunan
5. MAKOTO (誠)= Honesty = Kejujuran
6. MEIYO (名誉) = Honour = Kehormatan
7. CHUGI (忠義) = Loyalty = Kesetiaan

Ketujuh nilai-nilai spirit Bushido tersebut saling terikat dan terintegrasi menjadi satu paket utuh tak terpisahkan. Spirit Bushido menjadikan model sikap yang kuat bagi para samurai, bahkan diteruskan menjadi life syle (gaya hidup) bangsa Jepang. Semangat atau etos kerja bushido tentu mewarnai semua tatanan kehidupan organisasi-organisasi dan perusahaan – perusahaan di Jepang

Spirit Bushido juga menjadi pengganti pelajaran agama di sekolah dan pedoman moral serta etika para siswa di Jepang. Sehingga tak heran apabila nilai bushido ini amat terpatri dalam jiwa orang Jepang hingga saat ini. Jika dulu, bagi para samurai, kematian dalam rangka mewujudkan kesetiaan tertinggi pada sang pemimpin (kaisar) adalah cita-cita tertinggi. Namun, bagi manusia Jepang dewasa ini spirit buskerja keras dalam rangka mewujudkan keberhasilan negara itulah cita-cita yang tertinggi. Orang Jepang bersungguh-sungguh dalam menunjukkan cinta tanah air dan bangsanya..

Secara garis besar terdapat tiga faktor yang menonjol dalam budaya kerja Jepang, yaitu kepercayaan (trust), disiplin, dan kualitas. Ketiganya dilandasi dua semangat besar yaitu kerja keras (bushido) dan harga diri (samurai). Dalam suatu pencapaian wajar jika ada kegagalan, maka yang menanggung malu bukan organisasi atau perusahaan, melainkan para pekerja yang merasa kehilangan harga diri. Sungguh luar biasa, jika para pekerja profesional memiliki kesadaran harga diri dan rasa memiliki organisasi yang tinggi akan membawa dampak yang hebat kepada organisasi atau perusahaan.

Spirit bushido melekat disemua sisi kehidupan kelompok masyarakat, pekerja, pengusaha, pejabat pemerintahan Jepang, seperti, disiplin, kerja keras, keteraturan, kepemimpinan, kerjasama, sistim komunikasi, dan sikap positip lain-lainnya. Dengan spirit tersebut, akhirnya para pemimpin relatif lebih mudah menyusun standar atau peraturan, dan semua pihak mau bertanggungjawab untuk melaksanakannya. Semua terjadi karena semangat saling percaya dan kesedian untuk terlibat dalam perubahan kearah yang lebih baik. Sekarang dapat kita lihat bahwa wajah suatu bangsa, negara atau organisasi didasari oleh semangat (spirit) memproses dan menjalankan nilai-nilai positif yang ada.
Spirit Bushido Jepang
Ketulusan (義 gi) Berkomunikasi

Sikap tulus yang dimaksud adalah keputusan benar dengan sikap benar. Sikap tulus menjadi bagian penting bagi kesatria Jepang dalam berkomunikasi dan bertindak. Aspek ketulusan menjadi hal penting karena saat proses memberikan informasi (renraku) antar departemen atau bagian dalam organisasi tidak menimbulkan kecurigaan atau persepsi negatif dari pihak yang menerima informasi terhadap pemberi informasi. Sikap tulus dalam memberikan informasi untuk kepentingan organisasi yang lebih luas bukan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu saja dalam organisasi.

Keberanian (勇氣 yuki)

Sikap berani dalam berkomunikasi. Sikap berani dan ksatria dalam proses berkomunikasi menjadi mutlak selama didasari oleh kepentingan organisasi. Sikap berani tentu berbeda dengan sikap pengecut, sikap berani akan menimbulkan kepercaya diri yang kuat dan akan mampu bersikap tegas. Sikap berani didasari atas fakta-fakta dan data yang akurat sehingga ketika diungkapkan fakta dan informasi tersebut mungkin akan memengaruhi suatu situasi dan kondisi organisasi yang berdampak kepada individu atau kelompok tertentu bisa positif atau negatif.

Kebajikan (仁 jin)

Sikap baik, murah hati dan mencintai sesama menjadi bentuk aplikasi kebajikan sikap para samurai. Kebajikan menjadi motivasi penting yang melatar belakangi disemua proses komunikasi untuk kepentingan organisasi. Jadi saat berkomunikasi tidak ada motivasi untuk merugikan pihak lain bisa itu individu atau kelompok lain

Kesantunan (禮 rei)

Kesantunan dan bertindak benar menjadi bentuk aplikasi kebajikan sikap para samurai. Kesantunan dalam berkomunikasi didasarkan sikap menghormati pemimpin. Contoh, sikap santun akan tampil dalam tatakrama berkomunikasi, seperti dalam suatu pertemuan atau rapat-rapat formal, jika ada atasan hadir bersama-sama stafnya diruang yang sama maka subordinate (bawahan) tidak berani berbicara langsung kepada moderator atau pimpinan rapat. Bila bawahannya ingin berbicara dalam forum yang sama, maka terlebih dahulu berbicara kepada atasannya langsung, kemudian atasannya akan menyampaikan kepada forum tersebut atau boleh berbicara jika dijinkan oleh seniornya. Inilah etiket sopan santun komunikasi dilingkungan organisasi atau perusahaan Jepang. Tentu berbeda sekali budaya komunikasi rapat di Indonesia semua orang ingin berbicara dan tidak heran jika tidak terkendali maka rapat dapat mejadi tidak efektif

Kejujuran (誠 makoto)

Budaya jujur menjadi suatu kebutuhan bangsa Jepang dalam menjalankan organisasi, sekalipun kejujuran mengakibatkan kepahitan untuk jangka waktu tertentu ketika harus diungkapkan. Kejujuran adalah penting dan mutlak harus dilakukan. Contoh dalam rapat-rapat organisasi, membudayakan komunikasi secara jujur, terbuka dan transparan sesuai dengan fakta dan data yang ada dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kehormatan (名誉 meiyo)

Sikap hormat dalam berkomunikasi. Sikap menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan menjadi sikap para kesatria samurai. Nilai-nilai kehormatan tersebut tentu harus dimunculkan dari dalam diri sendiri ketika menjalan tugas profesi apapun sehingga tidak menciderai profesi yang sedang dijalankan. Menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan diri sendiri dan orang lain akan menolong proses komunikasi efektif dan saling percaya (trust). Contoh cara berkomunikasi menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan tampil dalam struktur tata bahasa dan pilihan kata sehingga pihak lain (penerima) informasi akan menghormati si pengirim pesan.

Kesetiaan (忠義 chugi)

Sikap setia dalam berkomunikasi. Kesetian atau mengabdi secara loyal kepada organisasi mencerminkan sikap sikap para ksatria samurai. Tidak membiarkan rahasia perusahaan diungkap keluar kepada pihak yang tidak berkepentingan. Contoh sikap setia dan loyal berani mengungkapkan (menginformasikan) fakta-fakta dan data-data yang berpotensi merugikan organisasi (perusahaan) sebelum itu benar-benar terjadi.

 

Membangun Budaya Kerja (Culture) “Disiplin” Melalui Tools 5-S/5-R

Untk membangun budaya disiplin diperlukan sistim komunikasi yang baku dan distandarisasi. Karena membangun disiplin itu perlu waktu yang panjang dan berulang-ulang. Peran sistim komunikasi HORENSO memiliki peran penting mensukseskan organisasi atau perusahaan Jepang menerapkan budaya disiplin. Selama proses penerapan dan membangun disiplin, semua pihak harus melapor, menginformasikan dan berkonsultasi sehingga semua dapat berjalan sesuai rencana.

Perusahaan Jepang sangat kuat dalam membangun sistim budaya kerja dengan penekanan utama pada DISIPLIN kerja. Mengapa penekanan utama perusahaan Jepang pada aspek budaya kerja DISIPLIN?. Karena disiplin adalah sikap mendasar yang akan menjaga dan mengawal konsistensi penerapan sistim kerja atau alat manajemen apapun di organisasi atau perusahaan.

Latar belakang budaya disiplin kerja Jepang dibangun oleh para Samurai melalui ketujuh semangat BUSHIDO. Semangat ini diwarisi secara turun temurun melalui jalur pendidikan formal sejak usia dini dan pengembangan jalur non formal mulai dari tengah lingkungan keluarga kecil, masyarakat dan tempat kerja. Ketujuh semangat Bushido, dapat Anda lihat dan baca kembali pada bagian penjelasan sebelumnya yaitu: Spirit Bushido yaitu ketulusan, keberanian, kebajikan, kesantunan, kejujuran, kehormatan, kesetiaan.
Pendidikan budaya disiplin, antara zaman sekarang dengan zaman para samurai tentu berbeda dari segi metode dan alat manajemennya (management tools). Zaman Samurai, membangun disiplin dilakukan dengan sikap keras dan tegas, bahkan dapat berupa sangsi fisik jika terjadi penyimpangan atau kesalahan. Misalnya, ketika seorang Samurai melanggar disiplin, maka Samurai tersebut akan menghilangkan salah satu bagian tubuhnya seperti salah satu jari tangannya oleh dirinya sendiri.
Zaman sekarang, seorang profesional Jepang, jika membuat kesalahan mereka merasa malu dan tidak layak oleh karena itu mereka akan mengundurkan diri dari jabatannya. Tidak sedikit para profesional Jepang melakukan tindakan nekat yaitu bunuh diri (harakiri) untuk menutupi rasa malunya akibat dokrin jiwa samurai yang sejak kecil telah didengar berulang-ulang. Tindakan bunuh diri atau “harakiri” saat ini sudah dilarang keras oleh pemerintahan Jepang tetapi tetap saja masih sering terjadi. Memang yang cukup populer dan disaksikan oleh dunia bahwa pengunduran diri bagi profesional atau pejabat publik di Jepang adalah suatu bukti bahwa budaya malu dan menjaga kehormatan masih ada di Jepang. Contoh, Perdana Menteri Jepang Naoto Kan, mengundurkan diri karena diangap tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan tuntas pasca bencana dan tsunami pada 11 Maret 2011, yang kemudian menyebabkan krisis nuklir Jepang.
Budaya Jepang yang dibangun dalam kehidupan professional adalah budaya DISILPIN. Cara membangun disiplin adalah proses berulang-ulang sehingga menjadi budaya dan alat manajemen yang digunakan adalah 5-S atau 5-R dalam bahasa Indonesia. Singkatan 5-S/5-R berarti seiri (ringkas), seiton (rapih), seiso (resik), seiketsu (standarisasi/rajin), shitsuke (pembiasaan / pembudayaan). Berikut ini akan dijelaskan pengertian 5-S/5-R lebih dalam agar mudah dipahami jika ada keinginan menerapkan ditempat kerja atau organisasi Anda.
Salah besar, jika organisasi atau perusahaan non Jepang mengangap bahwa alat manajemen 5-S/5-R sebagai pendukung atau pelengkap pekerjaan housekeeping (tatagraha). Tugas housekeeping adalah mengatur atau menata peralatan, menjaga kebersihan, melaporkan kerusakan dan memberi dekorasi dengan tujuan agar tempat kerja atau rumah (hotel) tersebut tampak rapi, bersih, menarik dan menyenangkan bagi penghuninya.
Sekali lagi, 5-S/5-R adalah alat manajemen untuk mengembangkan budaya kerja disiplin yang sangat fundamental. Sebagai dasar untuk menjalankan suatu sistim atau alat manajemen, agar setiap fungsi-fungsi dan pilar-pilar bisnis dapat berjalan sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan. Tidak dipungkiri, bahwa salah satu fungsi 5-S/5-R bertanggungjawab terhadap kondisi housekeeping. Dalam mengapilikasikan 5-S/5-R sangat membutuhkan komunikasi organisasi model HORENSO agar konsisten dan terintegrasi serta terkontrol dengan baik.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat bentuk praktis penerapan 5-S/5-R untuk membangun budaya disiplin organisasi.
Seiri (ringkas) adalah suatu usaha untuk memilah-milah barang/alat (materi) antara yang masih berguna (diperlukan atau dibutuhkan) dengan yang tidak berguna (tidak diperlukan) sehingga lebih mudah untuk pengaturan berikutnya dan saat dibutuhkan mudah ditemukan.
Seiton (rapih) adalah tindakan menempatkan (menyimpan) barang/alat yang telah jelas-jelas itu diperlukan dan dibutuhkan dengan mengunakan media lemari (wadah) atau lokasi yang jelas dan diberi tanda (kode) sehingga mudah menemukan ketika dibutuhkan kembali.
Seiso (resik) adalah tindakan membersihkan dan merawat barang/alat (materi) yang telah disimpan atau ditempatkan sehingga sehingga umur (usia) dari barang/alat/mesin lebih panjang dan awet.
Seiketsu (standarisasi) adalah tindakan membuat dan menetapkan standar kepada apapun sehingga dapat menjadi acuan (referensi) untuk melakukan tindakan 3-S pertama dari 5-S yaitu Seiri (ringkas), Seiton (rapih), Seiso (resik).
Shitsuke (pembiasaan / pembudayaan) inilah tindakan proses pembiasaan penerapan seiri (ringkas), seiton (rapih), seiso (resik), seiketsu (standarisasi) secara berulang-ulang dengan proses kontrol dan audit yang rutin sampai menjadi budaya organisasi.

 

Print Friendly, PDF & Email

<
<
<
<

JADWAL FIXED TRAINING







VIDEO JOHNSON